Senin, 26 Desember 2011

PENETAPAN KADAR VITAMIN C


LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS BAHAN MAKANAN


PERCOBAAN XIX
PENETAPAN KADAR VITAMIN C




                        NAMA                        :  ANDI MARDHIYAH IDRIS

                        N I M                          :  K21110007

                        KELOMPOK             :  V (LIMA)

                        TGL PERCOBAAN   :  28 NOVEMBER 2011

ASISTEN                    :  SIDRATUL MUNTAHA JAIHAR







LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011




BAB I
PENDAHULUAN
I.1   Latar Belakang
       Vitamin adalah golongan senyawa organik sebagai pelengkap makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal1.
       Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif1.
       Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah besar untuk menyediakan energi dan menghasilkan prekursor organik sebagai kmponen tubuh. Namun demikian, vitamin memiliki fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. kekurangan vitamin berati kekurangan zat esensial dalam tubuh, sehingga dapat menimbulkan penyakit tertentu. Kondisi kekurangan vitamin disebut avitaminosis dan dapat disembuhkan dengan memberikan vitamin yang kurang1.
       Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
       Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cevitamic acid”, “antiscorbutic factor” dan “scurvy preventive dietary essential”. Terdapat dua bentuk vitamin C aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam akorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidro askobat). Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis2.
       Berdasarkan hal yang disebutkan di atas maka dilakukanlah percobaan vitamin C ini.

I.2 Tujuan Percobaan
       Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar vitamin C yang terkandung dalam sampel.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

       Vitamin C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyakit karena defisiensi vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk beberapa abad sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh vitamin C ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa diantara para pelaut yang melakukan pelayaran jarak jauh dan untuk waktu yang lama tidak menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk mendapatkan bahan makanan segar3.
       Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering3.
       Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga keutuhan pembulun darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A dan seng, vitamin C juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita. Dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol (fatty streak) yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C secara berlebihan akan mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi batu kemih disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia dan sejumlah hewan (gorila, guinea pig serta kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat vitamin C sendiri di dalam tubuhnya4.
       Tabel makanan sumber vitamin C4:
Jenis makanan
Mg/100 gram
Bawang
80
Cabe rawit
70
Daun katuk
239
Daun minjo
182
Daun pepaya
150
Daun singkong
275
gandaria
111
Jambu mente
197
Jambu biji
87
Jeruk bali
43
Jeruk manis
49
Kembang kol
69
Labu kuning
52
Minjo
100
Paprika hijau
84
Pepaya
78
Peterseli
193
Rambutan
58
Sawi
102
       Kandungan Vitamin Rata-rata kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama penyimpanan. Kandungan vitamin C mengalami penurunan selamapenyimpanan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. Sebelum penyimpanan,kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sebesar 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan selama 15hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10°C, 20°C,29°C (suhu kamar), kandungan vitamin C mengalamipenurunan berturut-turut menjadi 35,2 mg/100 mL,31,6 mg/100 mL, dan 23,6 mg/100 mL. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuansuhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p> 0,05) terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawitputih. Kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan pada suhu 10 °C selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100mL. Sedangkan kandungan vitamin C terendah terdapatpada penyimpanan suhu 29 °C (suhu kamar) selama15 hari yaitu 23,6 mg/100 mL. Hal ini membuktikan bahwa kandungan vitamin C pada cabai rawit putih tidak dipengaruhi oleh interaksi antara suhu dan lama penyimpanan, tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu5.
       Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambataktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambatatau menghentikan pertumbuhan mikroba . Tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan yang berarti keadaannya sudah tidak baik. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendahdapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringandi dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanyadisebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi jugakarena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinyaproses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memilikikeaktifan vitamin C5.
       Suhu pada saat metabolisme berlangsung sempurna disebutsuhu optimum.Secara statistik pengaruh lama penyimpananterhadap kandungan vitamin C tidak berbeda nyata,akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadilayu. Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami kelayuan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan ini juga didukung oleh Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuanakan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepatkarena adanya proses respirasi dan oksidasi5.
       Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghamba taktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan dan kerusaka struktu. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolismedimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus-menerus hingga menjadi rusak dan membusuk. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan dari vitamin C 6.
       Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk teroksidasi (asam akorbat) dan tereduksi (asam dehidroaskorbat) keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C sumber vitamin  sebagian besar berasal dari sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan terutama yang masih segar1.
       Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen, dan alkali1.
       Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif1.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
       Manusia lebih banyak menggunakan asam akorbat dalam bentuk L- bentuk D-asam askorbat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D-asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging), sehingga untuk mencegah penggunaanya sebagai vitamin, pada labelnya ditulis sebgai “asam eritrobat”.     Manusia tidak dapat mensintesis asam akorbat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam akorbat, sehingga harus disuplai dari makanan2.
       Gejala awal defisiensi vitamin C, dalam perannya mempertahankan integritas kapiler adalah: (1) Gusi berdarah dan (2) pointpoint hemorhage (pecahnya urat darah kapiler di bawah kulit). Apabila defisiensi berlanjut, akan terjadi2:
1.      Sintesis kolagen terhambat
2.      Pendarahan berlanjut
3.      Otot, termasuk otot jantung melemah
4.      Kulit menjadi kasar, kecoklatan, dan kering
5.      Luka sulit disembuhkan
6.      Pembentukan tulang terhambat, ujung tulang melunak dan sakit
7.      Gigi cepat tanggal
8.      Defisiensi zat besi yang dapat mengakibatkan anemia.
              Vitamin C dapat larut di dalam air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak, tetapi merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan vitamin B-kompleks. Fungsi vitamin C di dalam metabolisme belum jelas, berbeda denga fungsi sebagian besar vitamin anggota kelompok B- kompleks3.
       Fungsi vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidans. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh3.



BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan
       Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer, gelas kimia, pipet volume, pipet tetes, statif, dan klem.
       Adapun bahan yang digunakan adalah jeruk, AgNO3, H2SO4, Na22O3 0,1 N, larutan Iod 0,1 N, dan aquades matang.

III.2 Prosedur Percobaan
1.      Penentuan Secara Kualitatif
1.      Diencerkan 10 ml sari buah dan 5 ml aquades.
2.      Ditambahkan AgNO3.
3.      Apabila warna endapan berwarna hitam, berarti mengandung vitamin C.

2.      Penentuan Secara Kuantitatif
2.1  Penentuan Kadar Vitamin C sampel.
1.      Diencerkan 15 ml sari buah dan 5 ml aquades matang.
2.      Ditambahkan 5 ml H2SO4.
3.      Ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4.      Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna Iod hilang.
2.2  Penentuan Larutan Blanko
1.      20 ml aquades matang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml.
2.      Ditambahkan 5 ml H2SO4.
3.      Lalu, ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4.      Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna Iod hilang.
5.      Lalu, ditentukan volume titrasi blanko.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan

Kualitatif
Kuantitatif
Penetapan kadar vitamin C sampel
Pembuatan larutan Blanko
Hasil
(+)
(+)
(+)
keterangan
Terbentuk endapan warna hitam
Terjadi perubahan warna dari hitam pekat menjadi hijau toska
Terjadi perubahan warna dari hitam pekat menjadi bening

IV.1.3 Perhitungan
%vitamin C =ml peniter (blanko-sampel)xN Peniter x BE C6H8O6 x 103     x  100%
                               ml sampel yang digunakan

                    =
                    =
% vitamin C = 48,04 %
= 48,04 mg / 100 mg bahan


IV.1.4 Reaksi
C6H8O6 + I2 à C6H6O6 + 2HI
I2 + 2 Na2S2O3 à 2NaI + Na2S4O6

IV.2 Pembahasan
       Pada percobaan ini, dilakukan dengan dua cara, yaitu penetapan kadar vitamin C secara kualitatif dan kuantitatif dan menggunakan sampel jeruk.
       Pada hasil penetapan secara kualitatif diperoleh hasil yang positif bahwa jeruk mengandung vitamin C, yang ditandai dengan terbentuknya endapan warna hitam setelah ditambahkan AgNO3.
       Pada penetapan secara kuantitatif, dilakukan dengan dua cara, yaitu penetapan kadar vitamin C sampel dan dengan pembuatan larutan blanko. Pertama adalah standarisasi natrium tiosulfat. Lalu dilakukan penentuak kadar vitamin C, caranya yaitu sampel diencerkan sebanyak 15 ml dengan aquadest 5 ml lalu ditambahkan  H2SO4 5 ml dan larutan Iod 0,1 N 50 ml. Kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga warna iodnya hilang dengan penambahan indikator amilum dan didapat warna hasil akhir yaitu hijau toska. Natrium tiosulfat yang dibutuhkan yaitu 46,4 ml. Lalu larutan blanko dibuat dengan 20 ml aquadest matang yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian  ditambahkan 5 ml H2SO4 dan 50 ml larutan Iod 0,1 N sampai warna Iod juga hilang. Larutan blanko ini juga sama dengan penentuan kadar vitamin  C.
       Hasil pada penetapan kadar vitamin C yaitu terjadi perubahan warna dari hitam pekat menjadi hijau toska yang berarti hasilnya positif banyak mengandung vitamin C. Begitupun pada pembuatan larutan blanko didapatkan hasil yang positif, ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari hitam pekat menjadi bening, setelah masing-masing ditambahkan H2SO4, larutan Iod, dan dititrasi dengan Na2S2O3.



BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
       Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.      Pada penetapan vitamin C secara kualitatif didapatkan hasil positif pada jeruk yang ditandai dengan terbentuknya endapan hitam.
2.      Pada uji kuantitatif sampel, kadar vitamin C yang diperoleh adalah 48,04 mg.
V.2 Saran
       Adapun saran untuk praktikum ini, kalau bisa pendingin dalam ruangan ditambah karena masih terasa panas mengganggu konsentrasi praktikan.



















DAFTAR PUSTAKA


1.        Sirajuddin, Saifuddin dan Ulfa Najamuddin. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar: Universitas Hasanuddin.

2.        Muchtadi, Deddy.----. Gizi Anti Penuaan Dini. ----: Alfabeta.

3.        Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2010. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.

4.        Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5.        Rachmawati, Rani, dkk. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih. Bali: Universitas Udayana.

6.        Arifin, Helmi, dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes. Universitas Andalas.





Kamis, 24 November 2011

ANALISIS GIZI UNGGAS

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esesnsial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna1.

Daging unggas menghasilkan jumlah kalori yang rendah bila dibandingkan dengan nilai kalori dari daging sapi atau daging babi. Oleh karena itu daging unggas dapat dipakai sebagai bahan makanan yang baik untuk mengawasi pertambahan berat badan, penyembuhan dari orang sakit dan untuk orang-orang tua yang tidak aktif bekerja lagi1.

Golongan unggas yang paling banyak digunakan adalah ayam. Di Indonesia dikenal 2 jenis ayam yang biasa dikonsumsi yaitu ayam ras (broiler) dan ayam lokal (buras). Kedua jenis ayam ini sering diperdagangkan dalam bentuk karakas1.

Komposisi zat gizi daging unggas bervariasi, sangat tergantung pada jenis atau ras, umur dan jenis kelamin. Bahkan pada karkas unggas yang sama setiap komponen gizi keadannya berbeda antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Protein daging unggas berkualitas tinggi karena mudah dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dalam jumlah besar dibandingkan dengan hewan yang lain diluar unggas. Daging unggas mengandung lemak dan mineral yang relatif rendah1.

Berdasarkan teori yang disebutkan di atas maka dilakukan percobaan unggas ini.

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Untuk mengetahui komposisi fisik karkas.

2. Untuk mengetahui warna daging unggas.

3. Untuk mengetahui keempukan dan tekstur daging unggas.

4. Untuk mengetahui kesegaran daging unggas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daging unggas menghasilkan jumlah kalori yang rendah apabila dibandingkan dengan nilai kalori dari daging sapi atau daging babi. Oleh karena itu daging unggas dapat dipakai sebagai bahan makanan yang baik untuk mengawasi pertambahan berat badan, penyembuhan dari orang sakit, dan untuk orang-orang tua yang tidak aktif bekerja lagi. Hidangan daging ayam digunakan sebagai sumber protein dalam diet, yang dimaksud untuk mengurangi jumlah kalori yang diterima dalam tubuh2.

Yang termasuk ke dalam jenis unggas-unggasan adalah ayam, itik atau burung. Pada prinsipnya hampir semua unggas dapat digunakan sebagai sumber daging. Karena pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam tertentu saja yang dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial sebagai sebagai sumber daging dikenal sebagai ayam pedaging. Jenis unggas yang digunakan sebagai sumber daging adalah ayam dan itik2.

Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis klasifikasi ayam penghasil daging, yaitu ayam kampung, ayam ras, dan ayam “cull”. Ayam kampung adalah jenis ayam yang tidak atau belum mengalami usaha pemuliaan. Dikenal juga dengan sebutan ayam buras (bukan ras). Berat badan rata-rata ayam berumur dua tahun 2,5 kg bagi ayam betina dan 3 – 3,25 kg bagi ayam jantan2.

Penanaman ayam kampung dengan sebutan ayam lokal didasarkan pada kenyataan bahwa jenis-jenis ayam kampung sering diidentifikasi dengan nama daerah atau tempat ayam tersebut terdapat. Contoh ayam kampung yang telah banyak dikenal adalah ayam Sumatra, ayam kedu, ayam nunukan dan ayam pelung. Tetapi yang terkenal sebagai penghasil daging adalah ayam Sumatra dan ayam kedu2.

Ayam ras adalah jenis ayam yang telah mengalami pemuliaan, sehingga merupakan ayam pedaging yang unggul. Mempunyai bentuk, ukuran, dan warna yang seragam. Pemanenan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah disebabkan oleh kesediaan konsumen yang cenderung membentuk karkas utuh

yang tidak terlalu besar. Juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum banyak serta tulang tidak begitu keras2.

Ayam “cull” adalah ayam sebenarnya bukan tipe pedaging, tetapi dijadikan sebagai ayam penghasil daging dengan alasan tertentu. Umumnya ayam “cull” berasal dari ayam petelur yang diapkir. Biasanya pengapkiran ayam petelur dilakukan karena ayam yang bersangkutan terdapat cacat atau tidak berfungsi normal, misalnya produktivitasnya turun. Mutu daging ayam “cull” umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak seragam serta jumlahnya sedikit2.

Yang dimaksud dengan karkas adalah bagian dari tubuh unggas tanpa darah, bulu, kepala, kaki, dan organ dalam. Bentuk pemotongan ayam pedaging untuk dipasarkan ada dua macam, yaitu New York Dressed, 10% hilang dari bobot tubuh dan Ready to Cook, 25% hilang dari bobot tubuh. Karkas terdiri dari komponennya yaitu otot, lemak, tulang dan kulit2.

Karkas unggas khususnya ayam merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan umum diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk pengolahan proses pemotongan, biasanya dihasilkan setelah melalui tahap infeksi ante mortem, penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing (pemotongan kaki, pengambilan jeroan, pencucian). Karkas ayam merupakan bentuk keseluruhan ayam potong tanpa bulu. Kepala, kaki dan jeroan2.

Daging dada mentok dari burung-burung yang sebagian besar waktunya hidup diatas tanah, dan tidak terus-menerus mempergunakan sayapnya, bersifat lunak dan mudah dicerna, jauh lebih baik daripada daging paha burung-burung unggas ini meliputi ayam, kalkun, burung pheasant dan partridge. Keadaan sebaliknya terdapat pada burung-burung yang pindah secara musiman, yang mempergunakan banyak waktunya untuk terbang dengan sayapnya. Binatang-binatang unggas air, seperti misalnya bebek dan angsa yang gemuk dengan sebagian besar jenis burung daratan lainnya, dagingnya mengandung antara 15 sampai 30 persen lemak dan karenanya tidak begitu mudah untuk dicernakan3.

Daging ayam merupakan bahan pangan yang kaya gizi.pada tabel 1 dapat dilihat bahwa daging ayam relatif lebih tinggi kandungan kalorinya dibandingkan

daging non unggas. Selain itu, daging ayam juga dapat diandalkan sebagai sumber protein. Berdasarkan penelitian daging ayam memiliki protein yang berkualitas tinggi dan mengandung semua asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia4.

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam dan Daging lain (per 100 gram)

Jenis Daging

Kalori (kal)

Protein (g)

Lemak (g)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Fe/Besi (mg)

Ayam

302

18,2

25,0

14

200

1,5

Bebek

326

16,0

28,6

15

188

1,8

Domba

206

14,8

14,8

10

191

2,6

Kambing

154

9,2

9,2

11

124

1,0

Sapi

207

14,0

14,0

11

170

2,8

Selain protein, daging ayam mengandung gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Kadar masing-masing komponen tersebut berbeda-beda besarnya tergantung kepada spesies, umur, dan jenis kelamin ayam yang bersangkutan. Kandungan air pada ayam yang lebih mudah misalnya biasanya lebih tinggi daripada yang lebih tua. Tapi umumnya, kadar protein daging ayam adalah 18% dan kadar airnya berkisar antara 60-70%4.

Kandungan lemak dalam daging ayam sangat bervariasi. Biasanya, semakin bertambah umur, kadar lemaknya semakin tinggi. Selain itu, kadar lemak ayam betina juga lebih tinggi dibandingkan dengan ayam jantan. Kandungan lemak daging ayam adalah sekitar 25%. Lemak ini terutama terdapat pada kulit daging. Oleh karena itu, orang-orang yang sedang berdiet sebaiknya membuang kulit daging ayam sebelum mengolah dagingnya. Perlu diketahui, kulit daging ayam ini juga mengandung kolesterol cukup tinggi, yaitu 120 mg/10 0 g. Sedangkan daging ayam yang telah dibuang kulitnya mengandung kolesterol sebanyak 78 mg/100 g4.

Proses pengolahan dapat juga mempengaruhi kandungan kolesterol. Misalnya kandungan kolesterol ayam goreng ternyata lebih tinggi daripada ayam mentah. Ini lebih disebabkan oleh perbedaan kadar air, yaitu ayam mentah mempunyai kadar air lebih tinggi, sehingga dalam berat yang sama kandungan kolesterol ayam mentah menjadi lebih rendah4.

Sebenarnya, kolesterol ini dibutuhkan tubuh untuk memelihara dinding sel, dan membuat hormon seks yang diperlukan untuk perkembangan serta fungsi organ seksual. Kolesterol juga bermanfaat untuk pembentukan korteks adrenal yang sangat penting bagi metabolisme dan keseimbangan garam dalam tubuh. Selanjutnya, kolesterol merupakan bahan pembuat garam empedu yang dapat membantu usus menyerap lemak4.

Pengemas/pembungkus adalah suatu bahan untuk mengemas atau membungkus suatu hasil produksi yang harus mampu melindungi isinya, tidak mempunyai pengaruh ataupun mengotori isinya serta mempunyai daya tahan yang baik selama penyimpanan. Karena, fungsi utama pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas dengan cara mencegah kerusakan fisik, penguapan air, oksidasi, dan mengurangi kontaminasi4.

Jadi, daging ayam sebaiknya dibungkus dulu dengan bahan pengemas sebelum disimpan. Bahan pengemas daging ayam yang umum dipakai adalah plastik dalam bentuk lembaran-lembaran. Yang banyak digunakan terbuat dari polythylen karena jenis plastik ini lebih kuat, lebih murah, transparan dan ringan, serta fleksibel4.

Penyimpanan adalah suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditas yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi nilai komoditas yang disimpan. Teknik penyimpanan yang digunakan biasanya disesuaikan dengan jenis komoditas yang akan disimpan dan lama waktu penyimpanan yang diinginkan4.

Daging ayam dapat disimpan dalam pendingin. Penyimpanan dingin adalah pada suhu sekitar 0°C sampai minus 7°C. Teknik penyimpanan ini dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Penyimpanan adalah salah satu bentuk pengamanan yang selalu terkait dengan faktor waktu4.

Pencegahan penyakit pada pemeliharaan ternak ayam lebih utama dibandingkan pengobatan sebab biaya untuk pencegahan relatif murah dibandingkan pengobatan. Selain itu, umumnya prestasi produksi ayam yang sembuh setelah terserang penyakit lebih rendah dibandingkan ayam yang tidak pernah terserang penyakit. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai penyakit dan program pencegahan penyakit perlu diketahui sebelum pemeliharaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari berjangkitnya dan timbulnya kerugian karena lalai dalam melakukan pencegahan5.

Mengetahui ciri-ciri ayam normal merupakan hal yang penting untuk mengetahui ayam yang sakit. Ciri-ciri ayam sehat adalah konsumsi pakan dan air minum normal, kotoran normal tidak encer, giat melakukan aktivitas, bersuara normal, produksi telur normal, temperatur tubuh normal, denyut jantung normal, dan bernapas normal5.

Ayam yang menunjukkan ciri-ciri di luar ayam normal termasuk ayam sakit. Hal ini dimanifestasikan sebagai suatu tanda yang disebut simptom atau gejala. Beberapa simptom yang bersifat umum sering dijumpai pada beberapa penyakit, seperyi bulu terkulai dan kusam, diare, nafsu makan hilang, pertumbuhan terganggu dan produksi telur turun, kualitas kerabang buruk, serta suara tidak normal. Perubahan yang terlihat berkaitan dengan ukuran, warna, bentuk, atau struktur organ disebut lesi. Lesi dapat bersifat umum maupun spesifik5.

Secara umum, pencegahan penyakit pada ternak ayam dilakukan dengan 6 cara yaitu sanitasi, pemberian pakan yang cukup sesuai standar kebutuhan, menyediakan lingkungan yang nyaman, kontrol manajemen, program vaksinasi dan kontrol penyakit5.

Sanitasi adalah berbagai kegiatan yang meliputi penjagaan dan pemeliharaan kebersihan kandang dan sekitarnya, peralatan dan perlengkapan kandang, pengelola kandang, serta orang dan kendaraan yang keluar masuk komplek perkandangan. Kegiatan tersebut merupakan suatu usaha yang paling mudah dan murah untuk pencegahan penyakit tetapi sering diabaikan5.

Untuk dapat tumbuh dan bereproduksi secara optimal, ternak membutuhkan kecukupan pangan, baik kandungan zat makanan maupun jumlahnya. Pakan yang tidak memadai sesuai kebutuhan mengakibatkan pertumbuhan terhambat dan produksi menurun. Selanjutnya, kondisi tubuh lemah sehingga ayam mudah terinfeksi penyakit. Selanjtnya, kondisi tubuh lemah sehingga ayam mudah terinfeksi penyakit5.

BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain cawan petri, pisau, gelas piala, kertas lakmus merah, tabung reaksi, kertas saring, pipet tetes, pipet ukur, labu takar, pisau, gegep, penjepit cawan, timbangan, dan lidi.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain daging ayam ras, aquades, kertas saring, larutan Pb Asetat.

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Komposisi Fisik Karkas

1. Karkas dipotong-potong untuk mendapatkan bagian sayap, punggung, dada, leher, paha, kaki dan kepala.

2. Bagian-bagian tersebut ditimbang dan dihitung presentasenya terhadap berat karkas secara keseluruhan.

3. Dilakukan pemisahan kulit, tulang, daging dan lemak.

4. Masing-masing komponen ditimbang dan dihitung presentasenya terhadap berat masing-masing bagian dan berat karkas secara keseluruhan.

5. Dihitung komposisi zat gizi ayam secara perhitungan konversi karkas.

III.2.2 Warna Daging

1. Pengamatan Warna Daging Ayam Ras

1. Diambil potongan daging ayam ras.

2. Diamati warnanya dan dicatat.

III.2.3 Keempukan Daging dan Kesegaran Daging

1. Pengamatan Secara Subjektif

1. Diambil potongan daging ayam ras.

2. Kemudian diamati daging dengan jalan dipijit.

3. Dicatat hasil pengamatan.

III.2.4 Pengamatan Kesegaran Daging

1. Uji H2S

1. Dipotong daging unggas sebesar kacang tanah dan ditaruh dalam cawan petri.

2. Ditutup dengan kertas saring dan ditetesi dengan Pb Asetat.

3. Ditutup dengan cawan petri dan dibiarkan sedikit terbuka.

4. Ditunggu kira-kira 3-5 menit.

5. Diperhatikan terbentuknya warna coklat pada bekas tetesan Pb Asetat.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. Hasil

IV.I Tabel Pengamatan

Tabel 1 Komposisi Fisik Karkas

Bagian

Berat (gr)

Berat

% Total

Kulit

Tulang

Daging

Lemak

Sayap

140 gr

10

50

69

10

8%

Punggung + Leher

280 gr

30

104

100

10

16%

Dada

450 gr

50

20

380

10

25,71%

Paha

400 gr

40

80

279

30

22,85%

Kepala

50 gr

9

40

10

-

2,85%

Kaki

70 gr

10

50

5

-

4%

Tabel 2 Warna

Pengamatan

Hasil

Warna

Putih

Tabel 3 Keempukan dan Tekstur Daging

Pengamatan

Hasil

Keempukan

Cukup elastis

Tabel 4 Kesegaran Daging

Pengamatan

Uji H2S

Daging Ayam

Segar, tidak terbentuk warna cokelat

IV.1.3 Perhitungan

1. Komposisi Fisik Karkas

% Total Bagian Tubuh Unggas

= 100%

% Total sayap = 100% = 8,917 %

% Total punggung + leher = 100% = 29,299 %

% Total dada = 100% = 28,66 %

% Total paha = 100% = 25,47 %

% Total kepala = 100% = 3,184 %

% Total kaki = 100% = 4,458 %

2. Komposisi Zat Gizi Ayam

Komposisi Zat Gizi = DKBM

Energi = 302 = 4741,4

Protein = 18,2 = 285,74

Lemak = 25 = 392,5

Karbohidrat = 0 = 0

Ca = 14 = 219,8

P = 200 = 3140

Fe = 2 = 31,4

Vitamin A = 810 = 12712

Vitamin B1 = 0,1 = 4741,4

Vitamin C = 0 = 0

BBD = 58 = 910,6

IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Komposisi Fisik Karkas

Pada percobaan komposisi fisik karkas bahan yang digunakan yaitu karkas daging ayam. Yang dimaksud dengan karkas adalah bagian dari tubuh unggas tanpa darah, bulu, kepala, kaki, dan organ dalam. Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa berat karkas ayam secara keseluruhan adalah 1750 gram. Kemudian dilakukan pemisahan sayap, dada, punggung dan leher, paha, kepala serta kaki, kemudian ditentukan persentase masing-masing bagian dengan membandingkan berat masing-masing bagian dengan berat utuh karkas. Maka diperoleh hasil bahwa berat terbesar terdapat pada dada yaitu sekitar 25,71 % sebab bagian terbesar otot, terdapat di bagian dada. Sebab unggas lebih banyak berjalan daripada terbang. Adapun fungsi otot yang utama bagi tubuh unggas adalah untuk menggerakkan tubuh, menutupi tulang dan membentuk tubuh.

IV.2.2 Warna Daging

Pada pengamatan warna daging unggas diperoleh hasil warna

putih. Dalam daging unggas terdapat dua tipe serabut yakni serabut yang mengandung mioglobin dan serabut yang tidak mengandung mioglobin. Masing-masing serabut tersebut menyusun diri menjadi tiga macam serabut yaitu serabut merah, intermediate, dan serabut putih. Warna daging ayam yang normal menurut Forrest et al (1975) berwarna putih keabuan sampai merah pudar atau ungu. Warna daging dapat berubah atau terjadi penyimpangan warna menjadi warna coklat, merah cerah, merah pink, dan hijau. Perubahan ini terjadi karena mioglobin bereaksi dengan senyawa lain atau mengalami oksigenasi, oksidasi, reduksi, dan denaturasi.

IV.2.3 Keempukan dan Tekstur Daging

Pada pengamatan keempukan dan tekstur daging ayam diperoleh hasil bahwa daging yang dipijit cukup elastis / cukup empuk. Hal ini membuktikan bahwa daging ayam yang digunakan dalam percobaan ini adalah daging ayam yang cukup segar. Yang ditandai dengan dagingnya tidak empuk dan tidak elastis. Ciri-ciri daging ayam yang segar adalah dagingnya lembut, elastis dan empuk, tidak berbau amis, dan tidak lembek.

IV.2.4 Kesegaran Daging

Pada pengamatan kesegaran daging bahan yang digunakan adalah daging ayam yang ditetesi dengan larutan Pb asetat. Diperoleh hasil bahwa kertas saring yang telah ditetesi dengan Pb asetat tidak berwarna cokelat. Hal ini menandakan bahwa daging yang digunakan adalah daging yang masih segar/belum busuk. Tanda kebusukan dapat dibuktikan bila bekas tetesan Pb asetat berwarna coklat. Yang mengindikasikan bahwa pigmen daging ayam yaitu mioglobin telah mengalami oksidasi menjadi metioglobin yang coklat. Bercak berwarna coklat yang terbentuk tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tekanan oksigen yang rendah, yang menyebabkan terjadinya reaksi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin yang akan mengubahnya menjadi metioglobin yang berwarna coklat, selain itu suhu yang tinggi, daya tembus oksigen yang rendah dari jaringan pembungkus, pH rendah, serta bakteri aerobik juga dapat menyebabkan pembentukan warna cokelat ini.

BAB V

PENUTUP

V. 1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:

1. Komposisi fisik karkas diantaranya bagian kepala, kaki, paha, dada, sayap, dan punggung serta leher, bagian yang terberat dari ketujuh bagian di atas adalah dada.

2. Warna kulit unggas putih, yang menandakan bahwa unggasnya daam keadaan yang baik

3. Tekstur daging cukup elastis dan cukup empuk, yang menandakan bahwa daging yang diujikan cukup segar.

4. Daging unggas yang diujikan dengan H2S adalah daging unggas yang segar, karena tidak terbentuk warna coklat pada kertas saring bekas Pb Asetat, melainkan warna putih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sirajuddin, Saifuddin dkk. 2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

2. Muchtadi, Tien R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

3. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1987. Ilmu Gizi dan Ilmu Diit di Daerah Tropik. Jakarta: Universitas Hasanuddin.

4. Khomsan, Prof Dr Ir Ali. 2010. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

5. Suprijatna, Dr Edjeng dkk. 2008. Ilmu Dasar Unggas Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Sawadaya.