LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS BAHAN MAKANAN
PERCOBAAN XIX
PENETAPAN KADAR VITAMIN C
NAMA : ANDI
MARDHIYAH IDRIS
N I M : K21110007
KELOMPOK :
V (LIMA)
TGL PERCOBAAN : 28
NOVEMBER 2011
ASISTEN : SIDRATUL MUNTAHA JAIHAR
LABORATORIUM TERPADU
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Vitamin adalah golongan senyawa
organik sebagai pelengkap makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin
memiliki peran yang sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan,
dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal1.
Vitamin dalam bahan makanan
hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada
yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah
menjadi vitamin yang aktif1.
Karbohidrat, protein, dan lemak
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah besar untuk menyediakan energi dan
menghasilkan prekursor organik sebagai kmponen tubuh. Namun demikian, vitamin
memiliki fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. kekurangan
vitamin berati kekurangan zat esensial dalam tubuh, sehingga dapat menimbulkan
penyakit tertentu. Kondisi kekurangan vitamin disebut avitaminosis dan dapat
disembuhkan dengan memberikan vitamin yang kurang1.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang
larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme).
Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa.
Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam
pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan.
Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin
akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk
mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin
yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
Vitamin C dikenal juga dengan
nama lain yaitu “cevitamic acid”, “antiscorbutic factor” dan “scurvy preventive dietary essential”.
Terdapat dua bentuk vitamin C aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam akorbat) dan
bentuk teroksidasi (asam dehidro askobat). Bila asam dehidroaskorbat
teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak
aktif secara biologis2.
Berdasarkan
hal yang disebutkan di atas maka dilakukanlah percobaan vitamin C ini.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar vitamin C yang terkandung dalam
sampel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin
C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyakit
karena defisiensi vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk
beberapa abad sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh
vitamin C ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa diantara para
pelaut yang melakukan pelayaran jarak jauh dan untuk waktu yang lama tidak
menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk mendapatkan bahan makanan segar3.
Vitamin
C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi
tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen
dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering3.
Vitamin C atau asam askorbat memiliki
peranan yang penting dalam pembentukan kalogen (kerangka sel) sehingga sangat
perlu untuk menjaga keutuhan pembulun darah (mencegah pendarahan). Bersama
protein, vitamin A dan seng, vitamin C juga diperlukan dalam sistem pertahanan
tubuh kita. Dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting
karena dapat mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui
pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol
(fatty streak) yang merupakan dasar
terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C secara berlebihan akan
mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi batu kemih
disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia dan sejumlah
hewan (gorila, guinea pig serta
kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat vitamin C sendiri di dalam tubuhnya4.
Tabel
makanan sumber vitamin C4:
Jenis
makanan
|
Mg/100
gram
|
Bawang
|
80
|
Cabe
rawit
|
70
|
Daun
katuk
|
239
|
Daun
minjo
|
182
|
Daun
pepaya
|
150
|
Daun
singkong
|
275
|
gandaria
|
111
|
Jambu
mente
|
197
|
Jambu
biji
|
87
|
Jeruk
bali
|
43
|
Jeruk
manis
|
49
|
Kembang
kol
|
69
|
Labu
kuning
|
52
|
Minjo
|
100
|
Paprika
hijau
|
84
|
Pepaya
|
78
|
Peterseli
|
193
|
Rambutan
|
58
|
Sawi
|
102
|
Kandungan Vitamin Rata-rata
kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama
penyimpanan. Kandungan vitamin C mengalami penurunan selamapenyimpanan dengan
suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. Sebelum penyimpanan,kandungan vitamin C
pada cabai rawit putih sebesar 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan
selama 15hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10°C, 20°C,29°C (suhu kamar),
kandungan vitamin C mengalamipenurunan berturut-turut menjadi 35,2 mg/100 mL,31,6
mg/100 mL, dan 23,6 mg/100 mL. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi antara perlakuansuhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata
(p> 0,05) terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawitputih. Kandungan
vitamin C tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 mL dan setelah
penyimpanan pada suhu 10 °C selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100mL. Sedangkan
kandungan vitamin C terendah terdapatpada penyimpanan suhu 29 °C (suhu kamar)
selama15 hari yaitu 23,6 mg/100 mL. Hal ini membuktikan bahwa kandungan
vitamin C pada cabai rawit putih tidak dipengaruhi oleh interaksi antara suhu
dan lama penyimpanan, tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu5.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghambataktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambatatau menghentikan
pertumbuhan mikroba . Tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk
mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya
pembusukan yang berarti keadaannya sudah tidak baik. Dengan pendinginan dapat memperlambat
kecepatan reaksi-reaksi metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu
8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan
penyimpanan pada suhu rendahdapat memperpanjang masa hidup dari
jaringan-jaringandi dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanyadisebabkan
proses respirasi yang menurun, tetapi jugakarena terhambatnya pertumbuhan
mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin
C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi
rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinyaproses respirasi dan oksidasi vitamin
C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam L – diketogulonat yang tidak memilikikeaktifan vitamin C5.
Suhu pada saat metabolisme berlangsung
sempurna disebutsuhu optimum.Secara statistik pengaruh lama penyimpananterhadap
kandungan vitamin C tidak berbeda nyata,akan tetapi cenderung mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang menyebabkan
struktur sel yang semula utuh menjadilayu. Dimana enzim askorbat oksidase tidak
dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut
menjadi senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila
sel mengalami kelayuan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara
kontak langsung dengan asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan
ini juga didukung oleh Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan
penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuanakan
menurunkan kandungan vitamin C dengan cepatkarena adanya proses respirasi dan
oksidasi5.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghamba taktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau
menghentikan pertumbuhan mikroba. Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan
Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C)
adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak
diinginkan seperti terjadinya pembusukan dan kerusaka struktu. Dengan
pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolismedimana pada
umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi
setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang
masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak
hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya
pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan
kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus-menerus hingga
menjadi rusak dan membusuk. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi
dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan
lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan dari
vitamin C 6.
Vitamin C di alam terdapat dalam dua
bentuk, yaitu bentuk teroksidasi (asam
akorbat) dan tereduksi (asam
dehidroaskorbat) keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C sumber
vitamin sebagian besar berasal dari
sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan terutama yang masih segar1.
Vitamin C larut dalam air dan agak
stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan.
Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen, dan alkali1.
Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam
jumlah relative kecil. Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang
berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor),
setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif1.
Menurut Kodicek (1971),
vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam
badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam
air mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air
selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah
terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui
urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering
dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam
askorbat)1.
Manusia lebih banyak menggunakan asam
akorbat dalam bentuk L- bentuk D-asam askorbat hanya dimetabolisme dalam jumlah
sedikit. D-asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging),
sehingga untuk mencegah penggunaanya sebagai vitamin, pada labelnya ditulis
sebgai “asam eritrobat”. Manusia tidak dapat mensintesis asam
akorbat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau
galaktosa menjadi asam akorbat, sehingga harus disuplai dari makanan2.
Gejala
awal defisiensi vitamin C, dalam perannya mempertahankan integritas kapiler
adalah: (1) Gusi berdarah dan (2) pointpoint
hemorhage (pecahnya urat darah kapiler di bawah kulit). Apabila defisiensi
berlanjut, akan terjadi2:
1. Sintesis
kolagen terhambat
2. Pendarahan
berlanjut
3. Otot,
termasuk otot jantung melemah
4. Kulit
menjadi kasar, kecoklatan, dan kering
5. Luka
sulit disembuhkan
6. Pembentukan
tulang terhambat, ujung tulang melunak dan sakit
7. Gigi
cepat tanggal
8. Defisiensi
zat besi yang dapat mengakibatkan anemia.
Vitamin C dapat larut di dalam
air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak, tetapi
merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan vitamin B-kompleks.
Fungsi vitamin C di dalam metabolisme belum jelas, berbeda denga fungsi
sebagian besar vitamin anggota kelompok B- kompleks3.
Fungsi
vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai
antioksidans. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi
tampaknya vitamin C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang
berlangsung di dalam jaringan tubuh3.
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer, gelas kimia,
pipet volume, pipet tetes, statif, dan klem.
Adapun
bahan yang digunakan adalah jeruk, AgNO3, H2SO4,
Na2S2O3 0,1 N, larutan Iod 0,1 N, dan aquades
matang.
III.2 Prosedur Percobaan
1.
Penentuan
Secara Kualitatif
1.
Diencerkan 10 ml sari buah dan 5 ml aquades.
2.
Ditambahkan AgNO3.
3.
Apabila warna endapan berwarna hitam, berarti
mengandung vitamin C.
2.
Penentuan
Secara Kuantitatif
2.1 Penentuan Kadar Vitamin C sampel.
1.
Diencerkan 15 ml sari buah dan 5 ml aquades
matang.
2.
Ditambahkan 5 ml H2SO4.
3.
Ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4.
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3
0,1 N hingga warna Iod hilang.
2.2 Penentuan Larutan Blanko
1. 20
ml aquades matang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml.
2. Ditambahkan
5 ml H2SO4.
3. Lalu,
ditambahkan 50 ml larutan Iod 0,1 N.
4. Dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna Iod
hilang.
5. Lalu,
ditentukan volume titrasi blanko.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
||
Penetapan kadar
vitamin C sampel
|
Pembuatan larutan
Blanko
|
||
Hasil
|
(+)
|
(+)
|
(+)
|
keterangan
|
Terbentuk endapan warna hitam
|
Terjadi perubahan warna dari hitam pekat menjadi hijau
toska
|
Terjadi perubahan warna dari hitam pekat menjadi bening
|
IV.1.3 Perhitungan
%vitamin C =ml peniter (blanko-sampel)xN Peniter x BE C6H8O6
x 103 x 100%
ml sampel yang digunakan
=
=
% vitamin C = 48,04 %
= 48,04 mg / 100 mg bahan
IV.1.4
Reaksi
C6H8O6
+ I2 à C6H6O6
+ 2HI
I2 + 2 Na2S2O3
à
2NaI + Na2S4O6
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan dengan dua
cara, yaitu penetapan kadar vitamin C secara kualitatif dan kuantitatif dan
menggunakan sampel jeruk.
Pada hasil penetapan secara kualitatif diperoleh
hasil yang positif bahwa jeruk mengandung vitamin C, yang ditandai dengan
terbentuknya endapan warna hitam setelah ditambahkan AgNO3.
Pada penetapan secara kuantitatif,
dilakukan dengan dua cara, yaitu penetapan kadar vitamin C sampel dan dengan
pembuatan larutan blanko. Pertama adalah standarisasi natrium tiosulfat. Lalu
dilakukan penentuak kadar vitamin C, caranya yaitu sampel diencerkan sebanyak
15 ml dengan aquadest 5 ml lalu ditambahkan
H2SO4 5 ml dan larutan Iod 0,1 N 50 ml. Kemudian
dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga warna iodnya hilang dengan penambahan
indikator amilum dan didapat warna hasil akhir yaitu hijau toska. Natrium
tiosulfat yang dibutuhkan yaitu 46,4 ml. Lalu larutan blanko dibuat dengan 20
ml aquadest matang yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4
dan 50 ml larutan Iod 0,1 N sampai warna Iod juga hilang. Larutan blanko ini
juga sama dengan penentuan kadar vitamin
C.
Hasil
pada penetapan kadar vitamin C yaitu terjadi perubahan warna dari hitam pekat
menjadi hijau toska yang berarti hasilnya positif banyak mengandung vitamin C.
Begitupun pada pembuatan larutan blanko didapatkan hasil yang positif, ditandai
dengan terjadinya perubahan warna dari hitam pekat menjadi bening, setelah
masing-masing ditambahkan H2SO4, larutan Iod, dan
dititrasi dengan Na2S2O3.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini
adalah:
1. Pada
penetapan vitamin C secara kualitatif didapatkan hasil positif pada jeruk yang
ditandai dengan terbentuknya endapan hitam.
2. Pada
uji kuantitatif sampel, kadar vitamin C yang diperoleh adalah 48,04 mg.
V.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini, kalau
bisa pendingin dalam ruangan ditambah karena masih terasa panas mengganggu
konsentrasi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sirajuddin, Saifuddin
dan Ulfa Najamuddin. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
2.
Muchtadi, Deddy.----. Gizi Anti
Penuaan Dini. ----: Alfabeta.
3.
Sediaoetama,
Achmad Djaeni. 2010. Ilmu Gizi Untuk
Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.
4.
Hartono, Andry.
2006. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5.
Rachmawati,
Rani, dkk. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih. Bali:
Universitas Udayana.
6.
Arifin, Helmi, dkk. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes. Universitas
Andalas.